Rabu, 15 Mei 2013

wajah narsis dian husada


perpustakaan dian husada


suasana kost dian husada


farmakologi



2.1  Pengertian

          Farmakologi berasal dari kata (Yunani) yang artinya farmakon yang berarti obat dalam makna sempit, dan dalam makna luas adalah semua zat selain makanan yang dapat mengakibatkan perubahan susunan atau fungsi jaringan tubuh. Logos berarti ilmu. Sehingga farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengaruh bahan kimia pada sel hidup dan sebaliknya reaksi sel hidup terhadap bahan kimia tersebut.
      Pada mulanya farmakologi mencakup berbagai pengetahuan tentang obat yang meliputi: sejarah, sumber, sifat-sifat fisika dan kimiawi, cara meracik, efek fisiologi dan biokimiawi, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotranformasi dan ekskresi, serta penggunaan obat untuk terapi dan tujuan lain. Adapun beberapa istilah untuk farmakologi:
1. Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari cara kerja obat, efek obat terhadap faal tubuh dan perubahan biokimia tubuh.
2. Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari cara pemberian obat, biotranformasi atau perubahan yang di alami obat di dalam tubuh dan cara obat di keluarkan dari tubuh (ekskresi).
3. Farmakoterapi Merupakan cabang ilmu farmakologi yang mempelajari penggunaan obat untuk pencegahan dan menyembuhkan penyakit
4. Farmakognosi adalah cabang ilmu farmakologi yang mempelajari sifat-sifat tumbuhan dan bahan lain yang merupakan sumber obat
5. Khemoterapi adalah cabang ilmu farmakologi yang mempelajari pengobatan penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen termasuk pengobatan neoplasma
6. Toksikologi adalah lmu yang mempelajari keracunan zat kimia termasuk obat, zat yang digunakan dalam rumah tangga, industri, maupun lingkungan hidup lain. Dalam cabang ini juga dipelajari cara pencegahan, pengenalan dan penanggulangan kasus-kasus keracunan.
7. Farmasi adalah membidangi ilmu yang meracik obat, penyediaan dan penyimpan obat, pemurnian, penyempurnaan dan penyajian obat.


2.2 Definisi Obat                
•    Obat adalah zat kimia yang mempengaruhi proses kehidupan (Benet,1991)
•    Obat adalah substansi yang digunakan untuk merubah atau menyelidiki sistem fisiologi atau patologi untuk keuntungan si penerimanya (WHO,1966)
•    Obat dalam arti yang lebih spesifik setiap zat kimia selain makanan yang mempunyai pengaruh terhadap atau dapat menimbulkan efek pada organisme hidup.
Jenis-jenis obat:
•    Obat Esensial
adalah obat yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat terbanyak 
•    Obat Generik
adalah obat dengan nama resmi yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia (FI) untuk zat berkhasiat yang dikandungnya
•    Obat Paten
adalah obat dengan nama yang merupakan milik produsen yang bersangkutan
•    Obat Plasebo
adalah oabt buatan yang tidak mengandung zat berkhasiat atau obat yang tidak berkhasiat
•    Obat tradisional
adalah obat yang berasal dari bahan-bahan tumbuhan, hewan maupun mineral dari alam secara murni, yang dibuat dan diolah secara sederhana berdasarkan turun temurun, dimana efek, dosis dan bentuknya sangat bervariasi dalam penggunaannya.  





2.3 Penggolongan Obat
         Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksud untuk meningkatkan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusinya, terdiri dari:
Obat bebas
Obat dijual bebas, tersebar diapotik sampai diwarung, mempunyai logo berwarna Hijau
Obat Bebas Terbatas
Obat keras dengan batasan jumlah dan kadar isi berkhasiat dan harus ada tanda peringatan (P)Dijual bebas mempunyai logo berwarna Biru
Obat Keras (Daftar G = Gevaarijk = berbahaya)
Obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter, mempunyai logo berwarna Merah
Obat Narkotika ( Daftar O = Opiat)
yaitu obat yang termasuk golongan narkotik dengan turunannya, psikotropik dan anastesi lokal maupun umum, untuk memperolehnya harus denagan resep dokter dan apotik wajib melaporkannya.
Asal Obat diperoleh dari:
•    Tumbuhan ……….………Kuinin
•    Hewan ………………….. Insulin
•    Mineral………………….. Koalin
•    Mikroorganisme…………Penisilin
•    Sintesa……………..........Sulfonamida





2.4 Cara Pemberian Obat

    Jalan masuk obat ke dalam tubuh sangat penting dalam penentuan efek yang diharapkan. Sebagian obat hanya berkhasiat untuk di suntikkan dan tidak memberi efek bila di minum. Sebaliknya terdapat obat yang mudah di serap oleh mukosa mata dan mengakibatkan keracunan. Karena itu cara pemberian obat sama pentingnya dengan terapi yang tepat.
Obat dapat diberikan dengan berbagai macam cara :
    1.Oral
Pemberian obat melalui mulut disebut per oral per os merupakan cara pemberian yang paling banyak di lakukan. Keuntungan cara per os adalah murah, mudah, enak dan menyenangkan serta paling aman karena lebih mudah di tolong.
2.Enteral
    cara pemberian obat melalui jalur saluran cerna atau saluran oral-gastrointestinal, dimulai dari mulut sampai poros usus (rektum)
•   P.O
•   Sublingual
•   Rektal        

2. Parenteral
     Cara pemberian dengan menempatkan obat diluar saluran cerna, meliputi:
•    Topikal
•    Injeksi (intrsdermsl, subkutan, intramuskular, i.v. dsb.
•    Inhalasi
Jika dikaitkan dengan sistem vaskuler, pemberian obat dapat diklasifikasikan menjadi:
1.    Intravaskuler
        menempatkan obat langsung kedalam aliran darah (mis: i.v.)

2.  Ekstra-vaskuler
        pemberian atau penempatan obat diluar atau tidak langsung ke sistem aliran darah (mis: p.o.,i.m.,)
Macam Obat Melalui Oral:
•    Bentuk obat padat
     a.  Tablet
            - Tablet kempa,
            - Tablet kunyah
            - Tablet salut :
     salut gula,  salut film polimer, salut enteric, salut yang tahan terhadap asam lambung, salut yang hanya hancur di usus.
            - Tablet efervesen : dilarutkan dalam air       
     b. Kapsul
            - Kapsul gelatin keras : ada wadah dan tutup
            - Kapsul gelatin lunak : Buatan pabrik langsung
     c. Serbuk
            - serbuk terbagi : satu bungkus untuk satu dosis
            - serbuk tak terbagi : serbuk banyak seperti bedak
            - serbuk efervesen : dilarutkan dalam air
•    Bentuk obat cair
     a. Larutan             : jika tidak disebut lain pelarut adalah air
     b. Sirup      : larutan obat dalam larutan  gula
     c. Emulsi   : campuran dua zat yang tidak saling campur ( tipe                            
o/w atau w/o)
   d. Suspensi oral : campuran obat padat                                                                    terbagi halus yang terdispersi  dalam medium cairan

Macam Obat Melalui Parenteral:
Wadah untuk larutan injeksi dapat berupa :
•         ampul, 1ml, 2ml, 5ml, 10ml.
•         Vial atau Flakon, tertutup karet atau alumunium
•         Botol infus, 500ml.
Macam bentuk sediaan parenteral
•         Berupa larutan dalam air
•         Larutan dalam minyak
•         Solutio petit (Mis: injeksi luminal)
•         Suspensi obat padat dalam aqua
•         Suspensi dalam minyak
•         Emulsi
•         Kristal steril yang dilarutkan dalam aqua steril
•         Cairan invus intravena
•         Cairan untuk diagnosa
Macam rute parenteral:
1. Injeksi intrakutan/intradermal:
        disuntikan sedikit ke dalam kulit
2. Injeksi subkutan/hipodermik :
        disuntikan dibawah kulit
3. Injeksi intramuskular :
        disuntikan kedalam otot
 4. Injeksi intravena :
        disuntikan kedalam pembuluh vena
5. Injeksi intratekal/intraspinal/intradural :
        disuntikan kedalam sumsum tulang belakang
6. Injeksi intraperitonial:
     disuntikan kedalam perut, sudah jarang dilakukan
7. Injeksi peridural, ektradural, epidural:
     disuntikan ke lapisan penutup otak
8. Injeksi intrasisternal:
     disuntikan ke sumsum tulang belakang dasar otak
9. Injeksi intrakardial:
     disuntikan langsung ke dalam jantung.
-Penggunaan obat melaui inhalasi
Obat bentuk gas atau uap diabsorpsi sangat cepat melaui Hidung, Trachea,
Paru-paru, dan selaput lendir pada perjalanannya.
      Cara lama: anestesi dituangkan pada kain kasa sebagai tutup hidung, uap yang ada diisap.
     Cara medern : menggunakan tutup hidung dan dipasangkan ke mesin
Penggunaan obat melalui selaput lendir
•         Tablet bukal
•         Tablet sublingual
•         Permen larut dalam mulut
•         Tablet hipodermik
•         Tablet implantasi
•         Okulenta    : salap mata
•        Larutan mata
•        Suspensi hidung
*       Tetes hidung
*       Tetes telinga
*       Supositoria   : melalui dubur
*        Basila          : melalui saluran kencing
*       Tablet oval vagina
Penggunaan obat topical pada kulit
1.    Bentuk obat padat untuk penggunaan topikal adalah serbuk yang tujuannya menyerap lembab, mengurangi geseran antar dua lipatan kulit dan sebagai bahan pembawa obatnya.
2.    Bentuk obat cair untuk penggunan topical :
    sediaan basah seperti kompres, celupan dan  untuk mandi : larutan  Rivanol, larutan P.K (Permanganas Kalicus) 
Lotion, digunakan untuk efek menyejukan, tidak digunakan pada luka berair
            Linimen, suatu larutan dalam alkohol atau minyak
3.  Bentuk obat semi/setengah padat pada penggunaan topical
            - salap, digunakan untuk kulit
            - krim, mengandung banyak air
            - pasta,
            - Jeli
4. Bentuk obat aerosol untuk penggunaan topical
            - Aerosol semprotan pembasah atau   permukaaan
            - Aerosol aliran semprotan
            - Aerosol busa
2.6 tindak lanjut tanggung jawab setelah pemberian obat
 Setelah pemberian obat, perawat masih tetap bertanggung jawab terhadap akibat pengobatan . tidak jarang terjadi kesalahan dalam pemberian obat dan hal itu di ketahui dari pengamatan hasil atau akibat dari  pengobatan. Pengamatan sesudah pengobatan adalah perawatan yang sangat penting.

2.5 DESKRIPSI SIFAT KERJA OBAT
Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat.Sebuah obat tidak menciptakan suatu fungsi di dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi mengubah fungsi fisiologis. Obat dapat melindungi sel dari pengaruh agents kimia lain, meningkatkan fungsi sel, atau mempercepat atau memperlambat proses kerja sel. Obat dapat menggantikan zat tubuh yang hilang (contoh, insulin, hormon tiroid, atau estrogen).

2.6 MEKANISME KERJA OBAT
Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel atau dengan beinteraksi dengan tempat reseptor. Jel aluminium hidroksida obat mengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar asam lambung). Obat-obatan, misalnya gas anestsi mum, beinteraksi dengan membran sel. Setelah sifat sel berubah, obat mengeluarkan pengaruhnya.Mekanisme kerja obat yang paling umum ialah terikat pada tempat reseptor sel. Reseptor melokalisasi efek obat. Tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena memiliki bentuk kimia yang sama. Obat dan reseptor saling berikatan seperti gembok dan kuncinya.Ketika obat dan reseptor saling berikatan, efek terapeutik dirasakan. Setiap jaringan atau sel dalam tubuh  memiliki kelompok reseptor yang unik. Misalnya, reseptor pada sel  jantung  berespons pada preparat digitalis.
Suatu obat yang diminum per oral akan melalui tiga fase: farmasetik (disolusi), farmakokinetik, dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat terjadi. Dalam fase farmasetik, obat berubah menjadi larutan sehingga dapat menembus membrane biologis.Jika obat diberikan melaluirute subkutan, intramuscular, atau intravena, maka tidak terjadi fase farmaseutik. Fase kedua, yaitu farmakokinetik, terdiri dari empat proses (subfase):absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan ekskresi. Dalam fase farmakodinamik, atau fase ketiga, terjadi respons biologis atau fisiologis.


A.    Fase Farmasetik (Disolusi)

Sekitar 80% obat diberikan melaui mulut; oleh karena itu, farmasetik(disolusi) adalah fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran gastrointestinal, obat-obat perlu dilarutkan agar dapat diabsorsi. Obat dalam bentuk padat (tablet atau pil) harus didisintegrasi menjadi partikel-partikel kecil supaya dapat larut ke dalam cairan, dan proses ini dikenal sebagai disolusi.
Tidak 100% dari sebuah tablet merupakan obat. Ada bahan pengisi dan pelembam yang dicampurkan dalam pembuatan obat sehingga obat dapat mempunyai ukuran tertentu dan mempercepat disolusi obat tersebut. Beberapa tambahan dalam obat sperti ion kalium (K)dan natrium (Na)dalam kalium penisilin dan natrium penisilin, meningkatkan penyerapan dari obat tersebut. Penisilin sangat buruk diabsorbsi dalam saluran gastrointestinal, karena adanya asam lambung.Dengan penambahan kalium atau natrium ke dalam penisilin, maka obat lebih banyak diabsorbsi.
Disintegrasi adalah pemecahan tablet atau pil menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, dan disolusi adalah melarutnya partikel-partikel yang lebih kecil itu dalam cairan gastrointestinal untuk diabsorbsi. Rate limiting adalah waktu yang dibutuhkan oleh sebuah obat untuk berdisintegrasi dan sampai menjadi siap untuk diabsorbsi oleh tubuh.Obat-obat dalam bentuk cair lebih cepat siap diserap oleh saluran gastrointestinal daripada obat dalam bentuk padat.Pada umumnya, obat-obat berdisintegrasi lebih cepat dan diabsorpsi lebih cepat dalam cairan asam yang mempunyai pH 1 atau 2 daripada cairan basa.Orang muda dan tua mempunyai keasaman lambung yang lebih rendah sehingga pada umumnya absorpsi obat lebih lambat untuk obat-obat yang diabsorpsi terutama melalui lambung.
Obat-obat dengan enteric-coated,EC (selaput enterik) tidak dapat disintegrasi oleh asam lambung, sehingga disintegrasinya baru terjadi jika berada dalam suasana basa di dalam usus halus. Tablet anti coated dapat bertahan di dalam lambung untuk jangka waktu lama; sehingga, oleh karenanya obat-obat demikian kurang efektif atau efek mulanya menjadi lambat.
Makanan dalam saluran gastrointestinal dapat menggaggu pengenceran dan absorpsi obat-obat tertentu.Beberapa obat mengiritasi mukosa lambung, sehingga cairan atau makanan diperluan untuk mengencerkan konsentrasi obat.


B.     Fase Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk ke dalam tubuh, mencapai tempat kerjanya, dimetabolisme, dan keluar dari tubuh. Dokter dan perawat menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika memberikan obat, memilih rute pemberian obat, menilai resiko perubahan keja obat, dan mengobservasi respons klien.Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah : absorpsi, distribusi, metabolism (biotransformasi), dan ekskresi(eliminasi).
Absorpsi
Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari konsentrasi tinggi dari saluran gastrointestinal ke dalam cairan tubuh melalui absorpsipasif, absorpsi aktif, rinositosis atau pinositosis.
Absorpsi aktif umumnya terjadi melalui difusi(pergerakan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Absorpsi aktif membutuhkan carier atau pembawa untuk bergerak melawan konsentrasi. Pinositosis berarti membawa obat menembus membran dengan proses menelan.
Absorpsi obat dipengaruhi oleh aliran darah, nyeri, stress, kelaparan, makanan dan pH.Sirkulasi yang buruk akibat syok, obat-obat vasokonstriktor, atau penyakit yang merintangi absorpsi. Rasa nyeri, stress, dan makanan  yang padat, pedas, dan berlemak dapat memperlambat masa pengosongan lambung, sehingga obat lebih lama berada di dalam lambung. Latihan dapat mengurangi aliran darah dengan mengalihkan darah lebih banyak mengalir ke otot, sehingga menurunkan sirkulasi ke saluran gastrointestinal.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi absorpsi obat antara lain rute pemberian obat, daya larut obat, dan kondisi di tempat absorpsi.
Setiap rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat, bergantung pada struktur  fisik jaringan. Kulit relatif tidak dapat ditembus zat kimia, sehingga absorpsi menjadi lambat.Membran mukosa dan saluran nafas mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang tinggi pada mukosa dan permukaan kapiler-alveolar.Karena obat yang diberikan per oral harus melewati sistem pencernaan untuk diabsorpsi, kecepatan absorpsi secara keseluruhan melambat.Injeksi intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk ke dalam sirkulasi sistemik.
Daya larut obat diberikan per oral setelah diingesti sangat bergantung pada bentuk atau preparat obat tersebut.Larutan atau suspensi, yang tersedia dalam bentuk cair, lebih mudah diabsorpsi daripada bentuk tablet atau kapsul.Bentuk dosis padat harus dipecah terlebih dahulu untuk memajankan zat kimia pada sekresi lambung dan usus halus.Obat yang asam melewati mukosa lambung dengan cepat.Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi sebelum mencapai usus halus.
Kondisi di tempat absorpsi mempengaruhi kemudahan obat masuk ke dalam sirkulasi sistemik.Apabila kulit tergoles, obat topikal lebih mudah diabsorpsi.Obat topikal yang biasanya diprogamkan untuk memperoleh efek lokal dapat menimbulkan reaksi yang serius ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit.Adanya edema pada membran mukosa memperlambat absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi ke dalam pembuluh darah.Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam jaringan.Sebelum memberikan sebuah obat melalui injeksi, perawat harus mengkaji adanya faktor lokal, misalnya; edema, memar, atau jaringan perut bekas luka, yang dapat menurunkan absorpsi obat.Karena otot memiliki suplai darah yang lebih banyak daripada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per intramuskular (melalui otot) diabsorpsi lebih cepat daripada obat yang disuntikan per subkutan.Pada beberapa kasus, absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih karena menghasilkan efek yang dapat bertahan lama.Apabila perfusi jaringan klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi, rute pemberian obat yang terbaik ialah melalui intravena.Pemberian obat intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat dan dapat diandalkan.
Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika diberikan diantara waktu makan.Saat lambung terisi makanan, isi lambung secara perlahan diangkut ke duodenum, sehingga absorpsi melambat.Beberapa makanan dan antasida membuat obat berikatan membentuk kompleks yang tidak dapat melewati lapisan saluran cerna. Contoh, susu menghambat absorpsi zat besi dan tetrasiklin. Beberapa obat hancur akibat peningkatan keasaman isi lambung dan pencernaan protein selama makan. Selubung enterik pada tablet tertentu tidak larut dalam getah lambung, sehingga obat tidak dapat dicerna di dalam saluran cerna bagian atas. Selubung juga melindungi lapisan lambung dari iritasi obat.
Rute pemberian obat diprogramkan oleh pemberi perawatan kesehatan. Perawat dapat meminta obat diberikan dalam cara atau bentuk yang berbeda, berdasarkan pengkajian fisik klien. Contoh, bila klien tidak dapat menelan tablet maka perawat akan meminta obat dalam bentuk eliksir atau sirup. Pengetahuan tentang  faktor yang dapat mengubah atau menurunkan absorpsi obat membantu perawat melakukan pemberian obat dengan benar. Makanan di dalam saluran cerna dapat mempengaruhi pH, motilitas, dan pengangkuan obat ke dalam saluran cerna.Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh makanan.Perawat harus mengetahui implikasi keperawatan untuk setiap obat yang diberikan.Contohnya, obat seperti aspirin, zat besi, dan fenitoin, natrium (Dilantin) mengiritasi saluran cerna dan harus diberikan bersama makanan atau segera setelah makan.Bagaimanapun makanan dapat mempengaruhi absorpsi obat, misalnya kloksasilin natrium dan penisilin.Oleh karena itu, obat-obatan tersebut harus diberikan satu sampai dua jam sebelum makan atau dua sampai tiga jam setelah makan.Sebelum memberikan obat, perawat harus memeriksa buku obat keperawatan, informasi obat, atau berkonsultasi dengan apoteker rumah sakit mengenai interaksi obat dan nutrien.
Distribusi
Distribusi adalah proses di mana obat menjadi berada dalam cairan tubuh dan jaringan tubuh. Distribusi obat dipengaruhi oleh aliran darah (dinamika sirkulasi), afinitas (kekuatan penggabungan) terhadap jaringan, berat dan komposisi badan, dan efek pengikatan dengan protein.
     Dinamika Sirkulasi
Obat lebih mudah keluar dari ruang interstial ke dalam ruang intravaskuler daripada di antara kompartemen tubuh.Pembuluh darah dapat ditembus oleh kebanyakan zat yang dapat larut, kecuali oleh partikel obat yang besar atau berikatan dengan protein serum.Konsentrasi sebuah obat pada sebuah tempat tertentu bergantung pada jumlah pembuluh darah dalam jaringan, tingkat vasodilasi atau vasokonstriksi lokal, dan kecepatan aliran darah ke sebuah jaringan.Latihan fisik, udara yang hangat, dan badan yang menggigil mengubah sirkulasi lokal. Contoh, jika klien melakukan kompres hangat pada tempat suntikan intramuskular, akan terjadi vasodilatasi yang meningkatkan distribusi obat.
Membran biologis berfungsi sebagai barier terhadap perjalanan obat.Barier darah-otak hanya dapat ditembus oleh obat larut lemak yang masuk ke dalam otak dan cairan serebrospinal.Infeksi sistem saraf pusat perlu ditangani dengan antibiotik yang langsung disuntikkan ke ruang subaraknoid di medula spinalis.Klien lansia dapat menderita efek samping (misalnya konfusi) akibat perubahan permeabilitas barier darah-otak karena masuknya obat larut lemak ke dalam otak lebih mudah.Membran plasenta merupakan barier yang tidak selektif terhadap obat.Agens yang larut dalam lemak dan tidak larut dalam lemak dapat menembus plasenta dan membuat janin mengalami deformitas (kelainan bentuk), depresi pernafasan, dan pada kasus penyalahgunaan narkotik, gejala putus zat.Wanita perlu mengetahui bahaya penggunaan obat selama masa hamil.
Berat dan Komposisi Badan
Ada hubungan langsung antara jumlah obat yang diberikan dan jumlah jaringan tubuh tempat obat didistribusikan.Kebanyakan obat diberikan berdasarkan berat dan komposisi tubuh dewasa.Perubahan komposisi tubuh dapat mempengaruhi distribusi obat secara bermakna.Contoh tentang hal ini dapat ditemukan pada klien lansia.Karena penuaan, jumlah cairan tubuh berkurang, sehingga obat yang dapat larut dalam air tidak didistribusikan dengan baik dan konsentrasinya meningkat di dalam darah klien lansia. Peningkatan persentase leak tubuh secara umum ditemukan pada klien lansia, membuat kerja obat menjadi lebih lama karena distribusi obat di dalam tubuh lebih lambat. Semakin kecil berat badan klien, semakin besar konsentrasi obat di dalam cairan tubuhnya, dan dan efek obat yang dihasilkan makin kuat. Lansia mengalami penurunan massa jaringan tubuh dan tinggi badan dan seringkali memerlukan dosis obat yang lebih rendah daripada klien yang lebih muda.
Ikatan Protein
Ketika obat didistribusikan di dalam plasma kebanyakan berikatan dengan protein (terutama albumin).Dalam derajat (persentase) yang berbeda-beda.Salah satu contoh obat yang berikatan tinggi dengan protein adalah diazeipam (valium) yaitu 98% berikatan dengan protein.Aspirin 49% berikatan dengan protein dan termasuk obat yang berikatan sedang dengan protein. Bagian obat yang berikatan bersifat inaktif,dan bagian obat selebihnya yanhg tidak berikatan dapat bekerja bebas. Hanya obat-obat yang bebas atau yang tidak berikatan dengan proteinyang bersifat aktif dan dapat menimbulkan respon farmakologik.
Kadar protein yang rendah menurunkan jumlah tempat pengikatan dengan protein, sehingga meningkatkan jumlah obat bebas dalam plasma.Dengan demikian dalam hal ini dapat terjadi kelebihan dosis, karena dosis obat yang diresepkan dibuat berdasarkan persentase di mana obat itu berikatan dengan protein.
Seorang perawat juga harus memeriksa kadar protein plasma dan albumin plasma klien karena penurunan protein (albumin) plasma akan menurunkan tempat pengikatan dengan protein sehingga memungkinkan lebih banyak obat bebas dalam sirkulasi. Tergantung dari obat yang diberikan akibat hal ini dapat mengancam nyawa.Abses, aksudat, kelenjar dan tumor juga menggangu distribusi obat, antibiotika tidak dapat didistribusi dengan baik pada tempat abses dan eksudat.Selain itu, beberapa obat dapat menumpuk dalam jaringan tertentu, seperti lemak, tulang, hati, mata dan otot.

  1. Metabolisme Atau Biotransformasi
Hati merupakan tempat utama untuk metabolisme.Kebanyakan obat diinaktifkan oleh enzim-enzim hati dan kemudian diubah menjadi metabolit inaktif atau zat yang larut dalam air untuk diekskresikan.Tetapi, beberapa obat ditransformasikan menjadi metabolit aktif, menyebabkan peningkatan respons farmakologik, penyakit-penyakit hati, seperti sirosis dan hepatitis, mempengaruhi metabolisme obat.
Waktu paruh, dilambangkan dengan t ½, dari suatu obat adalah waktu yang dibutuhkan oleh separuh konsentrasi obat untuk dieliminasi, metabolisme dan eliminasi mempengaruhi waktu paruh obat, contohnya, pada kelainan fungsi hati atau ginjal, waktu paruh obat menjadi lebih panjang dan lebih sedikit obat dimetabolisasi dan dieliminasi. Jika suatu obat diberikan terus – menerus, maka dapat terjadi penumpukan obat.
Suatu obat akan melalui beberapa kali waktu paruh sebelum lebih dari 90% obat itu dieliminasi. Jika seorang klien mendapat 650mg aspirin (miligram) dan waktu paruhnya adalah 3jam, maka dibutuhkan 3jam untuk waktu paruh pertama untuk mengeliminasi 325mg, dan waktu paruh kedua 9 atau 6jam untuk mengeliminasi 162mg berikutnya, dan seterusnya sampai pada waktu paruh keenam atau 18jam dimana tinggal 10mg aspirin terdapat dalam tubuh, waktu paruh selama 4-8jam dianggap singkat, dan 24jam atau lebih dianggap panjang. Jika obat memiliki waktu paruh yang panjang (seperti digoksin: 36 jam), maka diperlukan beberapa hari agar tubuh dapat mengeliminasi obat tersebut seluruhnya, waktu paruh obat juga dibicarakan dalam bagian berikut mengenai farmakodinamik, karena proses farmakodinamik berkaitan dengan kerja obat.
  1. EkskresiAtau Eliminasi
Rute utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi empedu, feses, paru- paru, saliva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas yang tidak berkaitan dengan protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obat dilepaskan bebas dan akhirnya akan diekskresikan melalui urin.
pH urin mempengaruhi ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5 sampai 8. Urin yang asam meningkatkan eliminasi obat-obat yang bersifat basa lemah.Aspirin, suatu asam lemah, diekskresi dengan cepat dalam urin yang basa.Jika seseorang meminum aspirin dalam dosis berlebih, natrium bikarbonat dapat diberikan untuk mengubah pH urin menjadi basa.Juice cranberry dalam jumlah yang banyak dapat menurunkan pH urin, sehingga terbentuk urin yang asam.

  1. C.    Fase Farmakodinamik
Farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan mekanisme kerja obat.Respons obat dapat menyebabkan efek fisiologi primer atau sekunder atau kedua-duanya.Efek primer adalah efek yang diinginkan, dan efek sekunder bisa diinginkan atau tidak diinginkan.Salah satu contoh dari obat dengan efek primer dan sekunder adalah difenhidramin (benadryl) suatu antihistamin.Efek primer dari difenhidramin adalah untuk mengatasi gejala-gejala alergi, dan efek sekundernya adalah penekanan susunan saraf pusat yang menyebabkan rasa kantuk.Efek sekunder ini tidak diinginkan jika sedang mengendarai mobil, tetapi pada saat tidur, dapat menjadi diinginkan karena menimbulkan sedasi ringan.

2.7  MULA, PUNCAK, DAN LAMA KERJA OBAT
Mula kerjadimulai pada waktu obat memasuki plasma dan berakhir sampai konsentrasi efektif minimum ( MEC = minimum effective concertration ). Puncak kerja terjadi pada saat obat mencapai konsentrasi tertinggi dalam darah atau plasma. Lama kerja adalah lamanya obat mempunyai efek farmakologis. Beberapa obat menghasilkan efek dalam beberapa menit, tetapi yang lain dapat memakan waktu beberapa hari atau jam. Kurva respons-waktu menilai tiga parameter dari kerja obat; mula kerja obat, puncak kerja, dan lama kerja.
Perlu untuk memahami hubungan antara respons-waktu dengan pemberian obat, jika kadar obat dalam plasma atau serum menurun dibawah ambang atau MEC, maka ini berarti dosis obat yang terlalu tinggi dapat menyebabkan toksisitas.       



2.8 TEORI RESEPTOR
Kebanyakan reseptor, berstruktur protein, ditemukan pada membran sel. Obat-obat yang bekerja melalui reseptor, dengan berikatan dengan reseptor maka akan menghasilkan (memulai) respon atau menghambat (mencegah) respon. Aktivitas dari kebanyakan obat ditentukan oleh kemampuan obat untuk berikatan dengan reseptor spesifik.Semakin baik suatu obat berikatan dengan tempat reseptor, maka obat tersebut semakin aktif secara biologis.Ini serupa dengan memasukkan kunci yang tepat ke dalam lubang kunci. Obat-obat yang menghasilkan respons disebut agonis,dan obat-obat yang menghambat respons disebut antagonis. Hampir semua obat, agonis dan antagonis, kurang mempunyai efek spesifik dan selektif.Sebuah reseptor yang terdapat ditempat-tempat berbeda dalam tubuh menghasilkan bermacam-macam respons fisiologis, tergantung dimana reseptor itu berada.Reseptor-reseptor kolinergik terdapat dikandung kemih, jantung, pembuluh darah, paru-paru, dan mata.
Sebuah obat yang merangsang atau menghambat reseptor-reseptor koligernik akan bekerja pada semua letak anatomis, obat-obat yang bekerja pada berbagai tempat seperti itu dianggap sebagai nonspesifik atau memiliki nonspesifitas. Betanekol dapat diresepkan utuk retensi urin pascabedah untuk meningkatkan kontraksi kandung kemih. Karena betanekol mempengaruhi reseptor koligernik, maka tempat koligernik lain ikut terpengaruh denyut jantung menurun, tekanan darah menurun, sekresi asam lambung meingkat, bronkiolus menyempit, dan pupil mata mengecil. Efek – efek lain ini mungkin diinginkan mungkin juga tidak, dan mungkin berbahaya atau mungkin juga tidak berbahaya bagi pasien. Obat-obat yang menimbulkan berbagai respons di seluruh tubuh ini memiliki respons yang nonspesifik.
Obat-obat juga dapat bekerja pada reseptor-reseptor yang berbeda.Obat-obat yang mempengaruhi berbagai reseptor yang berbeda.Obat-obat yang mempengaruhi berbagai reseptor disebut nonselektif atau memiliki nonselektifitas.Obat-obat yang menghasilkan respons tetapi tidak bekerja pada reseptor dapat berfungsi dengan merangsang aktivitas enzim atau produksi hormon.
Empat kategori dari kerja obat meliputi perangsangan atau penekanan, penggantian, pencegahan atau membunuh organisme, dan iritasi. Kerja obat yang merangsang akan meningkatkan kecepatan aktivitas sel atau meningkatkan sekresi dari kelenjar. Obat-obat yang menekan akan menurunkan aktivitas sel dan mengurangi fungsi organ tertentu. Obat-obat pengganti, seperti insulin, menggantikan senyawa-senyawa tubuh yang esensial.Obat-obat yang mencegah atau membunuh organisme menghambat pertumbuhan sel bakteria.Penisilin mengadakan efek bakterisidanya dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Obat-obat juga dapat bekerja melalui mekanisme iritasi laksatif dapat mengiritasi dinding kolon bagian dalam, sehingga meningkatkan peristaltik dan defekasi..
Kerja obat dapat berlangsung beberapa jam, hari, minggu, atau bulan. Lama kerja tergantung dari waktu paruh obat, jadi waktu paruh merupakan pedoman yang penting untuk menentukan pedoman yang penting untuk menentukan interval dosis obat. Obat-obat dalam waktu paruh pendek, seperti penisilin G ( t 1/2 –nya 2 jam ), diberikan beberapa kali sehari, obat-obat dengan waktu paruh panjang, seperti digoksin (36jam), diberikan sekali sehari, jika sebuah obat dengan waktu paruh panjang diberikan dua kali atau lebih dalam sehari, maka terjadi penimbunan obat didalam tubuh dan mungkin dapat menimbulkan toksitas obat, jika terjadi gangguan hati atau ginjal, maka waktu paruh obat akan meningkat. Dalam hal ini, dosis obat yang tinggi atau seringnya pemberian obat dapat menimbulkan toksisitas obat.

2.9  KADAR PUNCAK DAN KADAR TERENDAH OBAT
Kadar puncak obatadalah konsentrasi plasma tertinggi dari sebuah obat pada waktu tertentu. Jika obat diberikan secara oral, waktu puncaknya mungkin 1 sampai 3 jam setelah pemberian obat, tetapi jika obat diberikan secara intravena, kadar puncaknya mungkin dicapai dalam 10 menit. Sampel darah harus diambil pada waktu puncak yang dianjurkan sesuai dengan rute pemberian.
Kadar terendah adalah konsentrasi plasma terendah dari sebuah obat dan menunjukan kecepatan eliminasi obat.Kadar terendah diambil beberapa menit sebelum obat diberikan, tanpa memandang apakah diberikan secara oral atau intravena. Kadar puncak menunjukkan kecepatan absorpsi suatu obat, dan kadar terendah menunjukkan kecepatan eliminasi suatu obat. Kadar puncak dan terendah dibutuhkan obat-obat yang memiliki indeks terapeutik yang sempit dan dianggap toksik, seperti amininoglokosida (antibiotika). Jika kadar terendah terlalu tinggi, maka toksisitas akan terjadi.

2.6 DOSIS PEMBEBANAN
Jika ingin didapatkan efek obat segera, maka dosis awal yang besar, dikenal sebagai dosis pembebanan, dari obat tersebut diberikan untuk mencapai MEC yang cepat dalam plasma.Setelah dosis awal yang besar, maka diberikaan dosis sesuai dengan resep per hari.Diagksin, suatu preparat digitalis, membutuhkan dosis pembebanan pada saat pertama kali diresepkan. Digitalis adalah istilah yang dipakai untuk mencapai kadar MEC untuk digoksin dalam plasma dalam waktu yang singkat.
Karena struktur kimia dan kerja fisiologisnya, sebuah obat dapat menghasilkan lebih dari satu efek.

  1. Efek terapeutik
Merupakan respon fisiologis obat yang diharapkan atau yang diperkirakan timbul.Setiap obat yang diprogramkan memiliki efek terapeutik yang diinginkan.Contoh, perawat memberi kodein fosfat untuk menciptakan efek analgesik dan memberi teofilin untuk medilatasi bronkiolus pernapasan yang menyempit.Pengobatan tunggal dapat menghasilkan banyak efek yang terapeutik.Contoh, aspirin berfungsi sebagai analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi, dan menurunkan agregasi (gumpalan) trombosit.
  1. Efek Samping
Efek samping adalah efek fisiologis yang tidak berkaitan dengan efek obat yang diinginkan. Semua obat mempunyai efek samping,baik yang diinginkan maupun tidak. Bahkan dengan dosis yang tepatpun, efek samping terutama diakibatkan oleh kurangnya spesifitas obat tersebut.Dalam beberapa masalah kesehatan, efek samping dapat diinginkan, seperti dryl diberikan sebelum tidur.Efek sampingnya berupa rasa kantuk menjadi menguntungkan.Efek toksik atau toksitas suatu obat dapat diidenfikasi melalui pantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma (serum).Tetapi untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang lebar, batas terapeutik jarang di berikan.Untuk obat-obat yang mempunyai batas terapeutik sempit maka batas terapeutik dipantau dengan ketat.
  1. Reaksi Merugikan
Pada saat-saat tertentu, reaksi merugikandanefek  samping kadang-kadang dipakai bergantian. Reaksi yang merugikan  adalah batas efek yang tidak diinginkan dari obat-obat yang mengakibatkan efek samping ringan sampai berat, termasuk anafifaksis (kolaps radiovaskuler). Reaksi yang merugikan selalu tidak diinginkan.

  1. Efek Toksik
Efek toksik atau toksitas suatu obat dapat diidenfikasi melalui pantauan batas terapeutik obat tersebut dalam plasma (serum).Tetapi untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik yang lebar, batas terapeutik jarang di berikan.Untuk obat-obat yang mempunyai batas terapeutik sempit maka batas terapeutik dipantau dengan ketat.
  1. Reaksi Idiosinkratik
Obat yang menyebabkan timbulnya efek yang tidak diperkirakan, misalnya reaksi idiosinkratik yang meliputi klien bereaksi berlebihan, tidak beraksi, atau bereaksi tidak normal terhadap obat.Contoh, seorang anak yang menerima antihistamin (contohnya Benadryl) menjadi sangat gelisah atau sangat gembira, bukan mengantuk. Adalah tidak mungkin memperkirakan klien mana yang akan mengalami respon idiosinkratik.


  1. Reaksi Alergi
Merupakan respon lain yang tidak dapat diperkirakan terhadap obat. Dari seluruh reaksi obat, 5% sampai 10% merupakan reaksi alergi.Kekebalan tubuh seseorang dapat tersensitisasi terhadap dosis awal obat. Apabila obat diberikan secara berulang kepada klien, ia akan mengalami respon alergi terhadap obat, zat pengawet obat, atau metabolitnya. Dalam hal ini, obat atau zat kimia bekerja sebagai antigen, memicu pelepasan antibodi.
Alergi obat dapat bersifat ringan atau berat.Gejala alergi bervariasi, bergantung pada individu dan obat.Contoh, antibiotik dapat menimbulkan banyak reaksi alergi.Gejala alergi yang umum timbul dirangkum pada Tabel 35-4.Reaksi yang berat atau reaksi anafilaksis ditandai oleh konstriksi (pengecilan) otot bronkiolus, edema faring dan laring, mengi berat, dan sesak napas.


Tabel 35-4  : Reaksi Alergi Ringan
Gejala

Deskripsi
Urtikaria
Erupsi kulit yang bentuknya tidak beraturan, meninggi, ukuran dan bentuk bervariasi; erupsi memilki batas berwarna merah dan bagian tengahnya berwarna pucat
Ruam
Vesikel kecil dan meninggi yang biasanya berwarna merah; seringkali tersebar di seluruh tubuh
Pruritus
Gatal-gatal pada kulit, kebanyakan timbul bersama ruam
Rhinitis
Inflamasi lapisan memberan mukosa hidung; menimbulkan bengkak dan penegeluaran rabas encer dan berair

Klien juga dapat mengalami hipotensi berat, sehingga membutuhkan resusitasi darurat.Klien yang memilki riwayat alergi terhadap tertentu harus menghindari penggunaan berulang obat tersebut, dan setelah sadar klien harus mengenakan gelang atau kalung identifikasi, sehingga perawat dan dokter dapat mengetahui klien tersebut alergi terhadap obat tertentu.
  1. Toleransi Terhadap Obat
Beberapa klien yang menerima obat dalam jangka waktu lama memerlukan dosis yang lebih tinggi untuk memperolah efek yang sama. Seringkali dosis obat yang diberikan kepada klien harus ditingkatkan untuk memperoleh efek yang sama.
  1. Interaksi Obat
Interaksi obat terjadi apabila suatu obat memodifikasi obat yang lain. Umumnya terjadi pada individu yang menggunakan beberapa obat. Sebuah obat dapat menguatkan atau menghilangkan kerja obat lain dan dapat mengubah absorpsi, metabolism atau pembuangan obat tersebut dari tubuh.
            Obat dapat memilki efej sinergis atau adiktif apabila dua obat diberikan secara bersamaan.Efek sinergis membuat kerja fisiologis kombinasi kedua obat tersebut lebih besar daripada efek obat bila diberikan secara terpisah.Alcohol adalah depresan susunan saraf pusat yang memilki efek sinergis pada antihistamin, antidepresan, barbiturate, dan analgesic narkotik.
            Interaksi obat selalu diharapkan.Seringkali seorang dokter memprogamkan terapi obat untuk menciptakan interaksi obat guna mendapatkan keuntungan terapeutik. Contoh, klien yang menderita hipertensi berat dapat menerima kombinasi terapi obat, misalnya diuretic dan vasodilator, yang bekerja bersama menjaga tekanan darah pada kadar yang diinginkan.
  1. Respon Dosis Obat
Setelah perawat memberi obat, kemudian obat diabsorpsi, didistribusi, dimetabolisasi, dan dieksresi.Semua obat memerlukan waktu yang lama untuk masuk ke dalam aliran darah, kecuali obat yang diberikan secara intravena.Jumlah dan distribusi obat pada kompartemen tubuh yang berbeda berubah secara konstan.
            Tujuan suatu obat diprogram ialah untuk mencapai kadar darah yang konstan dalam rentang terapeutik yang aman. Dosis berulang diperlukan utnuk mencapai konsentrasi terapeutik konstan suatu obat karena sebagian obat selalu dibuang (dieksresi).Ketika absorpsi berhenti, hanya metabolism, ekskresi, dan distribusi yang berlanjut.Konsentrasi serum tertinggi obat (konsentrasi puncak) biasanya dicapai sesaat sebelum obat terakhir diabsorpsi.Setelah mencapai puncak, konsentrasi serum turun bertahap. Pada penginfusan obat intravena, konsentrasi puncak dicapai dengan cepat tetapi kadar serum juga mulai turun dengan cepat.
Semua obat memilki waktu paruh serum, yakni waktu yang diperlukan proses ekskresi untuk menurunkan konsentrasi serum sampai setengahnya. Untuk mempertahankan Plateau yang terapeutik, klien harus mendapatkan dosis yang tepat dan teratur.Setelah dosis awal diberikan, klien menerima dosis setiap obat berikutnya ketika dosis sebelumnya mnecapai waktu paruhnya. Dengan cara ini, konsentrasi terapeutik obat yang hamper stabil dapat dipertahankan.
Klien dan perawat harus mengikuti penjadwalan dosis yang teratur dan mematuhinya untuk menentukan dosis dan interval waktu pemberian dosis. Dengan mengetahui interval waktu kerja obat, perawat dapat mengantisipasi efek suatu obat:
  1. Awitan kerja obat. Waktu ytang dibutuhkan obat sampai suatu respon muncul setelah obat diberikan.
  2. Kerja puncak obat. Waktu yang dibutuhkan obat sampai konsentrasi efektif tertinggi dicapai.
  3. Durasi kerja obat. Lama waktu obat bterdapat dalam konsentrasi yang cukup besar untuk menghasilkan suatu respon.
  4. Plateau. Konsentrasi serum darah dicapai dan dipertahankan setelah dosis obat yang sama kmebali diberikan.
Cara ideal yang digunakan untuk mempertahankan kadar obat yang terapeutik ialah melakukan penginfusan intravena secara kontinu. Cara ini mengeliminasi efek fluktuasi pemberian dosis secara intermiten.

Tindaklanjut Tanggung jawab Setelah Pemberian Obat
          Setelah pemberian obat, perawat masih tetap bertanggung jawab terhadap akibat pengobatan. Tidak jarang terjadi kesalahan dalam pemberian obat dan hal itu diketahui dari pengamatan hasil atau akibat pengobatan. Pengamatan sesudah pengobatan adalah perawatan yang sangat penting.
            Selain hasil yang diharapkan, harus pula diamati kemungkinan terjadinya :
1.      Efek samping yang tidak diinginkan
2.      Gejala keracunan
3.      Efek yang menyimpang atau idiosinkrasi
4.      Toleransi
5.      Resistensi kuman infeksi
Dalam mempelajari farmakologi, harus pula setiap kali memperhatikan uraian farmakodinamik obat atau kelompok obat, toksikologi, spesifik dan efek samping setiap obat. Hasil pengobatan maupun efek samping mungkin tampak dengan cepat, tapi banyak obat menunjukkan farmakodinamik dan efek samping setelah beberapa jam hingga beberapa hari. Karena itulah, penting untuk selalu mencatat saat pemberian obat. Sering obat tertimbun dalam tubuh (kumulasi), sehingga baru tampak efek sampingnya setelah beberapa hari. Beberapa kumulasi obat dapat cukup tinggi dan menimbulkan keracunan setelah beberapa hari pengobatan. Karena itu, perawat tidak boleh menganggap pengamatan setelah pemberian obat sebagai kewajiban rutin.

Dinamika dan Nasib Obat di dalam Tubuh
            Setelah obat masuk ke dalam tubuh dan menemui titik tangkapnya, maka terjadi peningkatan aktivitas sel atau keadaan sebaliknya berupa :

Efek samping obat
Yang diamati
Kewajiban paramedis
1.Reaksi alergi


   a.Syok anafilaktik
a. tensi menurun, edema,    pada beberapa bagian tubuh (muka, tangan) tenggorokan, batuk, asma, nadi lemah dan sianosis.
a. penderita dalam bahaya : cepat sediakan alat-alat dan obat untuk gawat darurat. Sementara itu dokter diberitahu. Epinefrin 0,5-1 cc dapat diberikan sambil menunggu dokter dan siapkan pernafasan buatan sebagai persiapan kemungkinan adanya henti jantung.
   b.Urtikaria
b. kulit dan mukosa terasa gatal dan menjadi merah membengkak
b. hentikan pemberian obat dan laporkan pada dokter secepatnya. Amati adanya edema laring dan obstruksi trakea. Usahakan udara, pakaian dan kain yang dingin. Bedak salisil dengan menthol akan mengurangi gatal. Selanjutnya kuku agar dipotong.
2.Efek samping serupa
Kulit muka dan mukosa menjadi kering. Muka ke leher merah meradang, panas, takikardi, midriasis dan sukar kencing
Beri penderita permen karet dan es batu bila terlalu haus. Beritahu penderita, bahwa gejala akan hilang bila obat dihentikan. Beri nasehat untuk tidak mengemudikan kendaraan bermotor
3.Kerusakan hati
Ikterus pada penderita akan tampak jelas pada sklera mata. Kadang-kadang terjadi pendarahan kulit, kencing merah tua dan berbuih bila dikocok. Sering dirasakan gatal seluruh tubuh
Kerusakan hati cukup berbahaya : laporkan segera pada dokter. Bila gatal cukup mengganggu lakukan seperti pada alergi. Siapkan pemeriksaan fungsi hati
4.Kerusakan ginjal
Oliguria hingga anuria, hematuri, albuminuri dan kristal uri
Kerusakan ginjal cukup berbahaya: laporkan segera kepada dokter. Amati kekeruhan urin dan ukur jumlah urin yang ditampung. Juga catat cairan yang masuk. Kerusakan ginjal dengan oliguri memudahkan terjadinya keracunan obat
5.Kardiovaskuler


   a.aritmia
a. perubahan frekuensi dan ritme jantung dan volume nadi
a. catat keadaan nadi selama satu menit penuh. Amati gejala yang mencemaskan
   b.hipotensi
b. hipotensi, pusing, sinkope, dan syok
b. periksa tensi sebelum dan sesudah pemberian obat yang berkhasiat menurunkan tensi. Jaga jangan sampai penderitaa langsung berdiri dari tidur terlentang. Siapkan obat yang menaikkan tensi
   c.hipertensi
c. hipertensi, epistaksis, gelisah, sakit kepala dan pusing
c. tenangkan penderita. Amati gejala yang mencemaskan dan siapkan obat penurunan tensi
6.Kelainan sel darah


   a.anemia aplastik
a. pucat, lemah, dispnea, anoreksia, demam, pusing, sakit kepala, dan pendarahan mukosa
a. amati gejala yang mencemaskan. Beri obat dan makanan penambah gizi untuk meningkatkan daya tahan. Laporan kepada dokter, agar dokter mengadakan pemeriksaan darah
   b.trombositopenia
b. epistaksis, petekia, hematoria, dan pendarahan internal
b. amati pendarahan yang mencemaskan. Hindari tekanan, benturan dan kekerasan pada kulit atau mukosa a.l penggunaan sikat gigi yang kaku, membersihkan lendir di hidung dan sebagainya.
   c.agranolositosis dan lekopenia





c. menggigil, demam, suar parau, batuk, lemah dan mukosa mulut pecah-pecah
c. laporkan pada dokter secepatnya. Amati kerusakan dimulut. Jaga komplikasi infeksi dengan melarang adanya pengunjung. Isolasi sangat berguna dan beri anti biotika.